Sunday, 21 July 2013

Eretmochelys imbricata


Penyu laut merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung.

          Pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai yang merupakan daerah peneluran penyu sisik dan ruaya pakan (foraging area). Kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang (terutama penyu hijau, penyu sisik dan penyu tempayan) dan untuk mencapai kondisi "stabil" (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat memakan waktu yang cukup lama sekitar 30 - 40 tahun, maka sudah seharusnya pelestarian terhadap satwa langka ini merupakan hal yang mendesak.

Etimologi Dan Taksonomi
Nama Eretmochelys awalnya diperkenalkan oleh Fitzinger pada  tahun 1843. Imbricata nama khusus yang diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1766 dan mengacu pada sifat skut karapas (Eckert,1995). Nama umum suatu negara seperti hawksbill (bahasa Inggris), carey (Spanyol), tartaruga de pente (Portugis), dan tortue imbriqueé (Perancis) (Amorocho, 1999).
Menurut Priyono (1994), Adapun taksonomi penyu sisik adalah sebagai berikut :
Kingdom          : Animalia
Filum               : Chordata
Class               : Reptilia
Ordo                : Testudines
Familiy            : Cheloniidae
Genus              : Eretmochelys
Species            : Eretmochelys imbricate (Linnaeus, 1766)

Morfologi dan Anatomi

Penyu sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan melihat skutnya yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya. Karapasnya sendiri berbentuk elips, dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang skut lateral, dan 11 pasang skut marginal. Skut dorsalnya lebih tebal dibanding penyu hijau, dan berwarna cerah. Karakteristik skut inilah yang menyebabkan penyu ini dieksploitasi secara besar-besaran untuk dijadikan ornamen, Warna skut sangat bervariasi dari regio satu ke regio lainnya. Skutnya memiliki corak garis-garis radial yang terdiri atas empat warna dasar yaitu hitam, coklat, merah, dan kuning. Lebar karapasnya adalah 70-79% dari total panjang karapas (diukur lurus-Scute Carapace Length). Jika pada penyu Hijau terdapat sepasang sisik prefrontalis, maka ada penyu sisik terdapat dua pasang  sisik prefrontalis.

Makanan dan Sifat Makan
Penyu sisik adalah hewan omnivora yakni memakan daging dan tumbuhan.  Hewan tersebut memakan alga, lamun, barnacles dan ikan akan tetapi makanan favorit adalah sponge dan bulu babi (Maura, 1995). Meskipun demikian hewan ini bisa menjadi beracun dari semua makhluk hidup laut lainnya.
Menurut Zamani (1998), Selain bentuk dan juga sisik yang berada dikepala bentuk paruh pada penyu pun berbeda-beda merupakan bentuk adaptasi penyu terhadap jenis makanan dan juga pola makannya. Penyu sisik mempunyai paruh yang tajam sehingga memungkinkan dapat mencari makan pada celah celah batu karang laut. Penyu sisik adalah pemakan sponge, namun kadangkala memakan alga, rumput laut, karang lunak dan juga kerang-kerangan. 
             Menurut Wilson et al (2011), dilengkapi dengan paruh seperti mulut, penyu sisik memakan berbagai macam spon laut. Mereka mengubah komposisi spesies dan distribusi spon di ekosistem  terumbu karang. Spon akan bersaing secara agresif dalam ruang pada bangunan terumbu karang. Dengan adanya penyu sisik pada terumbu karang.  Penyu sisik memberikan kesempatan spesies lain seperti karang untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa penyu sisik spon mungkin akan mendominasi komunitas karang yang lebih membatasi pertumbuhan karang dan memodifikasi struktur karang pada ekosistem karang.
             
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung penyu betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu, dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak 1–3% yang berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan perkawinan di dalam  air laut (Blumanthel et al, 2009).
         Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor akan memanjang ke belakang sambil berenang mengikuti kemana penyu betina berenang.  Penyu jantan kemudian naik ke punggung betina untuk melakukan perkawinan. Selama perkawinan berlangsung, penyu jantan menggunakan kuku kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah lepas. Kedua penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air dalam waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih.
Untuk membedakan kelamin penyu dapat dilakukan dengan cara  sexual dimorphism”, yaitu membedakan ukuran ekor dan kepala penyu.  Untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada Tabel 1 di bawah :
Tabel 1. Cara Penentuan Jenis Kelamin Penyu
NO
URAIAN
JENIS KELAMIN
JANTAN
BETINA
1
Kepala
Lebih Kecil
Lebih Besar
2
Ekor
Lebih kecil, Memanjang
Lebih Pendek, Agak Besar


 Setiap jenis penyu melakukan kopulasi di daerah subtidal pada saat menjelang sore hari atau pada matahari baru terbit. Setelah 2-3 kali melakukan kopulasi, beberapa minggu kemudian penyu betina akan mencari daerah peneluran yang cocok sepanjang pantai yang diinginkan. Adapun perkawinan penyu dapat disajikan pada Gambar 1 dan 2 di bawah ini :


Gambar 1. Penyu jantan bertengger di atas punggung penyu betina
Sumber : ( ãSeaPics.com dan Yayasan Alam Lestari, 2000)
 

 
   
Gambar 2. Proses perkawinan penyu
Sumber : ( ãSeaPics.com dan Yayasan Alam Lestari, 2000)




Penyu mempunyai sifat kembali ke rumah (Strong homing instinct) yang kuat (Clark, 1967, McConnaughey, 1974; Mortimer ; Nuitja, 1986), yaitu migrasi antara lokasi mencari makan (feeding grounds) dengan lokasi bertelur (breeding ground). Migrasi ini dapat berubah akibat berbagai alasan, misalnya perubahan iklim, kelangkaan pakan di alam, banyaknya predator termasuk gangguan manusia, dan terjadi bencana alam yang hebat di daerah peneluran, misalnya tsunami. Adapun siklus hidup penyu secara umum dapat disajikan pada skema pada Gambar 3 di bawah ini :


Gambar 3. Siklus Hidup Penyu

Habitat dan Distribusi

Penyu sisik terdapat di banyak perairan di dunia. Fauna ini tersebar di samudra Atlantik dan Pasifik, laut Mediterania, Afrika Selatan, perairan Asia Tenggara, Australia, Jepang, dan beberapa perairan lainnya. Penyu sisik dewasa pada umum ditemukan di daerah terumbu karang tropis. Mereka biasanya terlihat beristirahat di gua dan birai-birai di seluruh terumbu sepanjang hari. Mereka juga terletak di beting, pulau laguna dan di atas continental shelf. Habitat penyu bervarisi sesuai dengan tahap-tahap siklus hidup mereka. Penyu sisik muda tidak bisa menyelam pada perairan dalam. Oleh karena itu, mereka hidup dikumpulan tumbuhan laut yang terapung di atas permukaan air seperti sargassum (Marinebio.org, 2012). . Adapun distribusi penyu sisik dapat disajikan pada Gambar 4 di bawah ini :





Gambar 4. Distribusi penyu sisik (Eretmochely imbricata)
Sumber : (Wikipedia, 2011).



Ancaman
Keberadaan penyu, baik di dalam perairan maupun saat bertelur ketika menuju daerah peneluran banyak mendapatkan gangguan yang menjadi ancaman bagi kehidupannya.  Permasalahan-permasalahan yang dapat mengancam kehidupan penyu secara umum dapat digolongkan menjadi ancaman alami dan ancaman karena perbuatan manusia.
Menurut Macbeth (2011), Gangguan atau ancaman alami yang setiap saat dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain:
a.    Pemangsaan (predation) tukik, baik terhadap tukik yang baru keluar dari sarang (diantaranya oleh babi hutan, anjing-anjing liar, biawak dan burung elang) maupun terhadap tukik di laut (diantaranya oleh ikan cucut).
b.      Penyakit, yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau karena pencemaran lingkungan perairan.
c.  Perubahan iklim yang menyebabkan permukaan air laut naik dan banyak terjadi erosi pantai peneluran sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap berubahnya daya tetas dan keseimbangan rasio kelamin tukik.
Adapun ancaman yang berasal dari alam dapat disajikan pada Gambar 5 dan 6 di bawah ini :

 






Gambar 10.Tukik yang dimangsa kepiting  Gambar 11. Penyu yang terkena tumor
Ada beberapa gangguan atau ancaman karena perbuatan manusia yang setiap saat dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain:
a.       Tertangkapnya penyu karena aktivitas perikanan, baik disengaja maupun tidak disengaja dengan berbagai alat tangkap, seperti tombak , jaring insang (gill net), rawai panjang (longline) dan pukat (trawl).
b.      Penangkapan penyu dewasa untuk dimanfaatkan daging, cangkang dan tulangnya.
c.       Pengambilan telur-telur penyu yang dimanfaatkan sebagai sumber protein.
d.      Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang dapat merusak habitat penyu untuk bertelur seperti penambangan pasir, pembangunan pelabuhan dan bandara, pembangunan sarana-prasarana wisata pantai dan pembangunan dinding atau tanggul pantai.
Adapun ancaman-ancaman terhadap penyu sisik dapat disajikan pada Gambar 12  dan 13 berikut ini :











Gambar 12. Penyu banyak diburu atau ditangkap manusia dengan tombak dan jaring
Sumber: (Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu, 2009).












Gambar 13. Pembangunan Dinding Pantai
Sumber: (Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu, 2009)
2.2.  Status Konservasi
Kompleksitas isu penyu berdampak pada pengaturan pengelolaan dan konservasinya, dan kenyataannya tidak tak satu aturanpun yang mampu menjawab kompleksitas permasalahan ini. Seluruh aturan mesti dipergunakan secara bersamaan. Aturan-aturan baru mesti dibangun untuk mengisi kesenjangan yang masih tersisa.
Penyu sisik telah masuk dalam daftar spesies yang terancam punah pada tahun 1968 tetapi pada tahun 1996, The International Union For Conservation of Nature (IUCN) telah mengelompokkan sebagai spesies yang “ sangat terancam punah”. Hal ini juga  masuk dalam daftar Appedix I  of CITES dan Appendix I of the Convention on Migratory Species (CMS yang artinya spesies tersebut sangat terancam punah. 
Ada beberapa peraturan mengenai pengelolaan penyu di Indonesia antara lain sebagai berikut (KKP RI, 2011) :
1.      Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
2.      Undang-undang No. 41 tahun 1944 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kehutanan:
3.       Keputusan Presiden RI Nomor 43 tahun 1978 tanggal 15 Desember 1978 tentang ratifikasi CITES.
4.      Undang-undang RI No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan;
5.      Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya
6.      Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti undang-undang RI Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan PokokPenge lolaan Lingkungan Hidup
7.      Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan satwa.
8.      Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar.
9.      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/Um/10/1978 tentang Beberapa Jenis Binatang Liar yang Dilindungi.
10.  Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 716/Kpts/Um/10/1980 tentang Penetapan Beberapa Jenis Binatang Liar yang Dilindungi.
11.   Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 771/Kpts-II/1996 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dari alam maupun dari hasil penangkaran.
12.  Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 882/Kpts-II/1992.
13.  MOU on ASEAN Sea turtle conservation and protection menekankan kerjasama dalam perlindungan dan pelestarian penyu lingkup negara-negara ASEAN. MOU ini ditanda tangani oleh perwakilan masing-masing negara ASEAN pada bulan September 1997 di Thailand.

2.3. Upaya Pengelolaan dan Konservasi Penyu
Menurut Macbeth (2011), bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi penyu dan habitat adalah dengan cara sebagai berikut :
2.3.1.      Melindungi wilayah peneluran
Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi wilayah peneluran adalah sebagai berikut :
a.       Membangun tempat perlindungan cadangan untuk penyu.
b.      Merelokasi telur penyu ke hatchery.
c.       Melakuan patroli oleh pihak yang berwajib ke pantai untuk memantau pemburu gelap.
d.      Mencegah aktivitas dan pemgembangan pesisir.

2.9.10. Perbaikan-Perbaikan
            Adapun perbaikan-perbaikan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
a.       Memperbaiki alat tangkap trawls (TED) and Circle hook (pancing).
b.      Melindungi dengan melakukan penangkaran penyu
c.       Mengurangi polusi dan sampah




Pendidikan Konservasi
            Beberapa upaya pendidikan konservasi adalah sebagai berikut:
a.       Melibatkan orang setempat dalam upaya konservasi penyu
b.      Mengurangi perdagangan produk produk internasional yang berbahan            baku penyu.
c.       Memberikan ceramah-ceramah pendidikan (educational campaigns) untuk semua lapisan masyarakat mulai rumah tangga sampai seterusnya, mencakup taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d.      Membuat lembaran leaflets: Leaflets dibuat dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti, bertujuan untuk pencerahan kepada masyarakat.


            








 

         

       

 

No comments:

Post a Comment