Penyu laut merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung.
Pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai yang merupakan daerah peneluran penyu sisik dan ruaya pakan (foraging area). Kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang (terutama penyu hijau, penyu sisik dan penyu tempayan) dan untuk mencapai kondisi "stabil" (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat memakan waktu yang cukup lama sekitar 30 - 40 tahun, maka sudah seharusnya pelestarian terhadap satwa langka ini merupakan hal yang mendesak.
Etimologi
Dan Taksonomi
Nama
Eretmochelys awalnya
diperkenalkan oleh Fitzinger pada tahun 1843. Imbricata
nama khusus yang diperkenalkan oleh Linnaeus
pada tahun 1766 dan mengacu pada sifat
skut karapas (Eckert,1995). Nama umum suatu negara seperti hawksbill (bahasa Inggris),
carey (Spanyol), tartaruga
de pente (Portugis), dan tortue imbriqueé (Perancis)
(Amorocho, 1999).
Menurut Priyono (1994), Adapun taksonomi penyu sisik adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum : Chordata
Class : Reptilia
Ordo : Testudines
Familiy : Cheloniidae
Genus : Eretmochelys
Species : Eretmochelys imbricate
(Linnaeus, 1766)
Morfologi dan Anatomi
Filum : Chordata
Class : Reptilia
Ordo : Testudines
Familiy : Cheloniidae
Genus : Eretmochelys
Species : Eretmochelys imbricate (Linnaeus, 1766)
Penyu
sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan melihat skutnya
yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya. Karapasnya sendiri
berbentuk elips, dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang skut
lateral, dan 11 pasang skut marginal. Skut dorsalnya lebih tebal dibanding penyu
hijau, dan berwarna cerah. Karakteristik skut inilah yang menyebabkan penyu ini
dieksploitasi secara besar-besaran untuk dijadikan ornamen, Warna skut sangat bervariasi
dari regio satu ke regio lainnya. Skutnya memiliki corak garis-garis radial yang
terdiri atas empat warna dasar yaitu hitam, coklat, merah, dan kuning. Lebar karapasnya
adalah 70-79% dari total panjang karapas (diukur lurus-Scute Carapace Length). Jika pada penyu Hijau terdapat
sepasang sisik prefrontalis, maka ada penyu sisik terdapat dua pasang sisik prefrontalis.
Makanan dan Sifat Makan
Penyu
sisik adalah hewan omnivora yakni memakan daging dan tumbuhan. Hewan tersebut memakan alga, lamun, barnacles
dan ikan akan tetapi makanan favorit adalah sponge dan bulu babi (Maura, 1995).
Meskipun demikian hewan ini bisa menjadi beracun dari semua makhluk hidup laut
lainnya.
Menurut Zamani (1998), Selain bentuk dan
juga sisik yang berada dikepala bentuk paruh pada penyu pun berbeda-beda
merupakan bentuk adaptasi penyu terhadap jenis makanan dan juga pola makannya. Penyu sisik mempunyai paruh yang
tajam sehingga memungkinkan dapat mencari makan pada celah celah batu karang
laut. Penyu sisik adalah pemakan sponge, namun kadangkala memakan alga, rumput
laut, karang lunak dan juga kerang-kerangan.
Menurut
Wilson et al (2011), dilengkapi
dengan paruh seperti mulut, penyu sisik memakan berbagai macam spon laut.
Mereka mengubah komposisi spesies dan distribusi spon di ekosistem terumbu
karang. Spon akan bersaing secara agresif dalam ruang pada bangunan terumbu
karang. Dengan adanya penyu sisik pada terumbu karang. Penyu sisik memberikan kesempatan spesies
lain seperti karang untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa penyu sisik spon mungkin
akan mendominasi komunitas karang yang lebih membatasi pertumbuhan karang dan memodifikasi struktur karang pada
ekosistem karang.
Penyu
melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung penyu
betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu, dari ratusan
butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak 1–3% yang
berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan perkawinan di dalam air laut (Blumanthel et al, 2009).
Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang
berbentuk ekor akan memanjang ke belakang sambil berenang mengikuti kemana
penyu betina berenang. Penyu jantan kemudian naik ke punggung betina
untuk melakukan perkawinan. Selama perkawinan berlangsung, penyu jantan
menggunakan kuku kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah
lepas. Kedua penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air
dalam waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih.
Untuk
membedakan kelamin penyu dapat dilakukan dengan cara ”sexual dimorphism”,
yaitu membedakan ukuran ekor dan kepala penyu. Untuk lebih jelasnya dapat
disajikan pada Tabel 1 di bawah :
Tabel 1. Cara
Penentuan Jenis Kelamin Penyu
NO
|
URAIAN
|
JENIS
KELAMIN
|
|
JANTAN
|
BETINA
|
||
1
|
Kepala
|
Lebih
Kecil
|
Lebih
Besar
|
2
|
Ekor
|
Lebih
kecil, Memanjang
|
Lebih
Pendek, Agak Besar
|
Setiap
jenis penyu melakukan kopulasi di daerah subtidal pada saat menjelang sore hari
atau pada matahari baru terbit. Setelah 2-3 kali melakukan kopulasi, beberapa
minggu kemudian penyu betina akan mencari daerah peneluran yang cocok sepanjang
pantai yang diinginkan. Adapun perkawinan penyu dapat disajikan pada Gambar 1
dan 2 di bawah ini :
Gambar 1. Penyu
jantan bertengger di atas punggung penyu betina
Sumber : (
ãSeaPics.com dan Yayasan Alam Lestari, 2000)
Gambar 2. Proses
perkawinan penyu
Sumber : (
ãSeaPics.com dan Yayasan Alam Lestari, 2000)
Penyu mempunyai sifat
kembali ke rumah (Strong homing instinct) yang kuat (Clark, 1967, McConnaughey,
1974; Mortimer ; Nuitja, 1986), yaitu migrasi antara lokasi mencari makan (feeding
grounds) dengan lokasi bertelur (breeding ground). Migrasi ini dapat
berubah akibat berbagai alasan, misalnya perubahan iklim, kelangkaan pakan di
alam, banyaknya predator termasuk gangguan manusia, dan terjadi bencana alam
yang hebat di daerah peneluran, misalnya tsunami. Adapun siklus hidup penyu
secara umum dapat disajikan pada skema pada Gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3. Siklus
Hidup Penyu
Habitat dan Distribusi
Penyu sisik terdapat di banyak
perairan di dunia. Fauna ini tersebar di samudra Atlantik dan Pasifik, laut
Mediterania, Afrika Selatan, perairan Asia Tenggara, Australia, Jepang, dan
beberapa perairan lainnya. Penyu sisik dewasa pada umum ditemukan di daerah
terumbu karang tropis. Mereka biasanya terlihat beristirahat di gua dan
birai-birai di seluruh terumbu sepanjang hari. Mereka juga terletak di beting,
pulau laguna dan di atas continental shelf. Habitat penyu bervarisi sesuai dengan
tahap-tahap siklus hidup mereka. Penyu sisik muda tidak bisa menyelam pada
perairan dalam. Oleh karena itu, mereka hidup dikumpulan tumbuhan laut yang
terapung di atas permukaan air seperti sargassum (Marinebio.org, 2012). . Adapun distribusi penyu sisik dapat disajikan pada Gambar 4 di bawah ini :
Gambar 4. Distribusi penyu sisik (Eretmochely
imbricata)
Sumber
: (Wikipedia, 2011).
Ancaman
Keberadaan penyu, baik
di dalam perairan maupun saat bertelur ketika menuju daerah peneluran banyak
mendapatkan gangguan yang menjadi ancaman bagi kehidupannya. Permasalahan-permasalahan
yang dapat mengancam kehidupan penyu secara umum dapat digolongkan menjadi ancaman
alami dan ancaman karena perbuatan manusia.
Menurut Macbeth (2011),
Gangguan atau ancaman alami yang setiap saat dapat mengganggu kehidupan penyu
antara lain:
a. Pemangsaan
(predation) tukik, baik terhadap tukik yang baru keluar dari sarang
(diantaranya oleh babi hutan, anjing-anjing liar, biawak dan burung elang)
maupun terhadap tukik di laut (diantaranya oleh ikan cucut).
b. Penyakit,
yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau karena pencemaran lingkungan
perairan.
c. Perubahan
iklim yang menyebabkan permukaan air laut naik dan banyak terjadi erosi pantai
peneluran sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap berubahnya daya tetas dan
keseimbangan rasio kelamin tukik.
Adapun
ancaman yang berasal dari alam dapat disajikan pada Gambar 5 dan 6 di bawah
ini :
Gambar 10.Tukik yang dimangsa kepiting Gambar 11. Penyu yang terkena tumor
Ada beberapa gangguan
atau ancaman karena perbuatan manusia yang setiap saat dapat mengganggu
kehidupan penyu antara lain:
a. Tertangkapnya
penyu karena aktivitas perikanan, baik disengaja maupun tidak disengaja dengan
berbagai alat tangkap, seperti tombak , jaring insang (gill net), rawai
panjang (longline) dan pukat (trawl).
b. Penangkapan
penyu dewasa untuk dimanfaatkan daging, cangkang dan tulangnya.
c.
Pengambilan telur-telur penyu yang
dimanfaatkan sebagai sumber protein.
d. Aktivitas
pembangunan di wilayah pesisir yang dapat merusak habitat penyu untuk bertelur
seperti penambangan pasir, pembangunan pelabuhan dan bandara, pembangunan
sarana-prasarana wisata pantai dan pembangunan dinding atau tanggul pantai.
Adapun
ancaman-ancaman terhadap penyu sisik dapat disajikan pada Gambar 12 dan 13 berikut ini :
Gambar 12. Penyu banyak diburu atau
ditangkap manusia dengan tombak dan jaring
Sumber: (Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu,
2009).
Gambar
13. Pembangunan
Dinding Pantai
Sumber: (Pusat Pendidikan dan
Konservasi Penyu, 2009)
2.2. Status Konservasi
Kompleksitas isu penyu
berdampak pada pengaturan pengelolaan dan konservasinya, dan kenyataannya tidak
tak satu aturanpun yang mampu menjawab kompleksitas permasalahan ini. Seluruh
aturan mesti dipergunakan secara bersamaan. Aturan-aturan baru mesti dibangun
untuk mengisi kesenjangan yang masih tersisa.
Penyu sisik telah masuk
dalam daftar spesies yang terancam punah pada tahun 1968 tetapi pada tahun
1996, The International Union For Conservation of Nature (IUCN) telah
mengelompokkan sebagai spesies yang “ sangat terancam punah”. Hal ini juga masuk dalam daftar Appedix I of CITES dan
Appendix I of the Convention on Migratory Species (CMS
yang artinya spesies tersebut sangat terancam punah.
Ada
beberapa peraturan mengenai pengelolaan penyu di Indonesia antara lain sebagai
berikut (KKP RI, 2011) :
1. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-undang
No. 41 tahun 1944 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kehutanan:
3. Keputusan Presiden RI Nomor 43 tahun 1978
tanggal 15 Desember 1978 tentang ratifikasi CITES.
4. Undang-undang
RI No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan;
5. Undang-undang
RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya
6. Undang-undang
RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti
undang-undang RI Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan PokokPenge lolaan
Lingkungan Hidup
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan satwa.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa liar.
9. Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/Um/10/1978 tentang Beberapa Jenis Binatang Liar yang Dilindungi.
10. Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 716/Kpts/Um/10/1980 tentang Penetapan
Beberapa Jenis Binatang Liar yang Dilindungi.
11. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
771/Kpts-II/1996 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dari alam
maupun dari hasil penangkaran.
12. Penyu
Sisik (Eretmochelys imbricata) dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No. 882/Kpts-II/1992.
13. MOU
on ASEAN Sea turtle conservation and protection menekankan kerjasama dalam
perlindungan dan pelestarian penyu lingkup negara-negara ASEAN. MOU ini ditanda
tangani oleh perwakilan masing-masing negara ASEAN pada
bulan September 1997 di Thailand.
2.3. Upaya Pengelolaan dan Konservasi
Penyu
Menurut
Macbeth (2011), bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi penyu dan
habitat adalah dengan cara sebagai berikut :
2.3.1.
Melindungi
wilayah peneluran
Adapun
upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi wilayah peneluran adalah sebagai
berikut :
a. Membangun
tempat perlindungan cadangan untuk penyu.
b. Merelokasi
telur penyu ke hatchery.
c. Melakuan
patroli oleh pihak yang berwajib ke pantai untuk memantau pemburu gelap.
d.
Mencegah aktivitas dan pemgembangan
pesisir.
2.9.10.
Perbaikan-Perbaikan
Adapun
perbaikan-perbaikan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
a.
Memperbaiki alat tangkap trawls (TED) and Circle hook
(pancing).
b.
Melindungi dengan melakukan penangkaran
penyu
c.
Mengurangi polusi dan sampah
Pendidikan Konservasi
Beberapa upaya
pendidikan konservasi adalah sebagai berikut:
a.
Melibatkan orang setempat dalam upaya
konservasi penyu
b.
Mengurangi perdagangan produk produk
internasional yang berbahan
baku penyu.
c. Memberikan
ceramah-ceramah pendidikan (educational campaigns) untuk semua lapisan
masyarakat mulai rumah tangga sampai seterusnya, mencakup taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi.
d. Membuat
lembaran leaflets: Leaflets dibuat dalam bentuk yang menarik dan
mudah dimengerti, bertujuan untuk pencerahan kepada masyarakat.
No comments:
Post a Comment